Senin, 06 Januari 2014

TEARS
Oleh: Faizah Angela

Saat ini matanya tertutup rapat dan enggan untuk membukanya. Dia buta akan kehidupanya sendiri, dan tak tahu bahkan tidak mau tahu apa arti kehidupan dalam dirinya. Dia menganggap bahwa di hidup sendiri, hanya hidup dengan alam dan menghindar dari sosialisasi manusia. Keseharianya kerap berjalan sendiri dan apa adanya, tak ada yang istimewa ataupun sebaliknya. Kehidupanya sedikit natural dan condong keabstrakan. Dia menganggap bahwa hidupnya adalah sebuah mimpi dan dia akan bisa terbangun kapan saja. Tapi ternyata tidak, dan saat ini dia juga merasakan hal itu. Terkadang matanya terbuka ketika dia bercinta dan menyatu dengan alam. Matanya terpejam ketika dia masuk dalam kehidupanya dan bersosialisasi. Tapi ada keanehan yang terjadi dalam hidupnya. Dia memejamkan mata ketika dia bercinta dengan alam.
***
Dia segera memasang earphone ketika berdiri di depan pintu rumah, memutar MP3 dengan volume yang sedikit keras lalu melangkahkan kakinya dengan pelan dan masuk ke dalam rumah. Dengan tenangnya dia berjalan dengan acuh tak acuh ketika melewati dapur yang sudah di penuhi serpihan-serpihan kaca di lantainya, matanya hanya melirik sejenak dan terus melangkah menuju kamar.
Tubuhnya terbaring lemas di atas tempat tidur, dia mencoba memejamkan kedua matanya tapi tak pernah bisa. Malam ini dia tak mau memikirkan apapun, dia juga tak ingin mengingat kembali kejadian barusan tadi ketika dia melewati dapur yang menjadi lautan serpihan kaca. Dia tak ingin mendengar dua suara yang selalu bersilat lidah dan tak pernah ada hentinya setiap hari, juga nyanyian galak yang keluar dari suara perempuan yang di tumpahkan kepadanya karena emosi pertengkaran tersebut. Tiba – tiba air matanya berjatuhan ketika dia mengejapkan kedua matanya sejenak.
***
Dia duduk di tepian pantai dan membiarkan ombak-ombak kecil yang menepi menyentuh lembut jari-jari kakinya. Tumpukan kertas yang ada di atas pangkuanya sedikit berterbangan, namun dia segera meletakkan telapak tangan kananya di atas lembaran-lembaran kertas yang masih putih itu dan sedikit ternoda oleh butiran-butian pasir yang berwarna agak kecoklatan. Hari ini dia enggan untuk cepat-cepat pulang ke rumah, telinganya tak mau lagi mendengarkan nyanyian-nyanyian galak dari suara perempuan setengah baya yang seatap denganya. Dia juga enggan untuk mendengarkan suara pecahan-pecahan piring atau gelas yang bersumber dari dapur, atau melihat serpihan-serpihan kaca yang berserakan dengan bebas di atas lantai dan mampu melukai telapak kaki siapa saja yang menginjaknya tanpa alas ataupun beralas kaki. Dia menggerakkan telapak kaki kananya dengan pelan, melihat dan menyentuh bekas lukanya sejenak, lalu mengalihkan pandanganya ke arah ombak-ombak kecil yang berlomba-lomba lari ketepian. Tiba-tiba ada sebuah tangan kekar yang menyodorkan selembar kertas yang tak lagi bersih dari atas. Kepalanya terangkat sedikit, menatap laki-laki yang berdiri di sampingnya.
            “Terimalah....My chan!!!”
Gadis yang di panggil My chan itu masih menatap ke arah laki-laki yang menyodorkan selembar kertas ke arahnya, menatap sejenak selembar kertas yang ada di depan matanya, lalu meraihnya dan melihat sebuah lukisan dari coretan-coretan pensil yang menjadikanya sebuah lukisan indah. Seorang gadis berambut tak beraturan sebahu dengan tumpukan lembaran-lembaran kertas yang ada di pangkuanya, juga sebatang pena yang terselip di sela-sela jari telunjuk dan jari tengah, juga earphone yang menutupi kedua telinganya, terlihat jelas dengan sempurna menghiasi lembaran kertas yang di pegangnya pemberian dari seorang laki-laki tersebut. Ternyata lukisan itu adalah dirinya. Laki-laki itu telah melukis dirinya. Dia mengalihkan pandanganya, tapi laki-laki itu sudah tak ada di sampingnya lagi. Dan matanya menatap sosok yang sudah berjalan jauh. Wajahnya tak nampak, namun punggungnya yang terlihat.
“Asakura chan......!!!!!!”
Dia berteriak sekeras mungkin dengan posisi duduk. Membuat langkahan kaki laki-laki yang bernama Asakura itu terhenti dan menoleh ke belakang, juga tersenyum kecil ke arahnya. “Arigato” hanya kata itu yang dia ucap dengan senyuman simpul. Asakura hanya mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya kembali meninggalkan gadis itu.
***
Kimmy..!!”
Kakinya terhenti ketika seorang perempuan memanggilnya dengan suara di keraskan dengan kasar. Gadis bernama lengkap Kimmy Choe  itu menoleh dengan malas ke arah ibunya. “Ada apa?”
“Sore ini ayah dan ibu pergi ke rumah nenek di shibuya, mungkin akan pulang larut malam. Sebelum kau tidur kunci semua pintu, dan tutup rapat-rapat jendela rumah. Dan jangan keluar kemana-mana selama kita pergi. Mengerti kau? Ibu sudah menyiapkan makan malammu di meja makan, kau bisa menghangatkanya kembali.”
“Iya bu.” Hanya dua kata yang keluar dari bibir Kimmy, ketika ibunya sudah berlalu dari hadapanya dan menuju ke kamar. Dia hanya menghembuskan nafas dengan pelan, lalu beranjak dari ruang tamu dan masuk ke dalam kamar.

Kedua matanya masih memandang ke arah lukisan pemberian asakura. Dia tersenyum bahagia ketika membaca sebuah tulisan yang ada di bawah lukisan.
Sifat, tingkah laku, dan karakter My chan yang unik membutku senang akan melihat My chan. Dan itu yang membuat diri My chan menjadi spesial dalam hidupku. Senang berkenalan dan terlebih bertemu denganmu My chan. (Asakura).
Dan kau adalah laki-laki pertama yang aku kagumi akan kepribadianmu. Aku harap kita bisa saling bertemu dan bersama. Aku ingin kau menjadi yang terbaik dalam hidupku Asakura.” Gumanya dalam hati, dan tersenyum kembali ketika melihat lukisan Asakura.
***
Musim dingin sudah tiba tiga minggu yang lalu, Kimmy mengenakan pakaian musim dingin pemberian Aiyuki Aikawa salah satu teman akrabnya yang sekarang tinggal di yokohama. Dia melangkahkan kakinya dengan pelan, berjalan melewati sebuah pohon dengan bunga-bunga yang bermekaran dan sedikit tertutup oleh tumpukan salju, kakinya terhenti sejenak, berdiri dengan tegap, menatap tajam ke arah pohon yang di penuhi sakura sebagai bunganya. Di bawah pohon itu tak ada siapa-siapa yang sedang duduk, hanya ada taburan-taburan bunga dengan mahkotanya yang berjatuhan di atas tanah yang belum terkena salju.
            “Asakura” Kimmy menggumankan pelan nama Asakura. Tapi laki-laki itu tidak terlihat oleh matanya, bahkan sudah tak nampak lagi duduk di bawah rindangnya pohon yang di penuhi bunga sakura. Kedua kakinya kembali melangkah dengan pelan, berjalan menuju pohon itu dan duduk di bawanya. Dia menyandarkan punggungnya pada batang pohon, mengangat kepalanya dan menandarkanya pula. Kedua matanya terpejam sejenak, dan terbelalak dengan tiba-tiba ketika dia merasakan sesuatu jatuh dari atas pohon ketika angin musim dingin berhembus dengan sedikit kencang dan menyentuh wajahnya lembut lalu jatuh di atas pangkuanya. Di raihnya sebuah gulungan kertas tersebut, lalu menarik ujung pita yang mengikat kertas tersebut, dan mulai membuka.
            Lagi-lagi sebuah lukisan dari pensil, Kimmy tahu siapa yang melukis seorang gadis yang sedang bertopang dagu di dekat jendela kamar yang terbuka lebar, yang ada di lembaran kertas itu. Itu lukisan Asakura. Dan gadis yang di lukis itulah dirinya. Dia menatap keseluruh sekelilingnya, berharap menemukan Asakura dan dapat melihatnya kembali. Namun di sekelilingnya sepi, hanya ada beberapa orang yang berjalan melewati jalan tersebut, dan itu bukan Asakura. Matanya menatap kembali pada lembaran kertas tersebut, membuka lembaran berikutnya yang tidak ada lukisan namun ada sebuah kata-kata yang mampu membuka hatinya dan menjatuhkan air matanya.
Aku yakin bahwa hati yang telah kutinggalkan ini Masih tersimpan di tengah hutan yang dalam Kelelahan, tanpa kekuatan untuk mencari Manusia pun tenggelam dalam kegelapan abadi. Bila hal itu terlalu kecil, mampukah aku melihatnya sekarang?. Selama hidup kita masih terus berjalan, Kita akan kehilangan lebih banyak lagi, Terselubung dalam dusta dan kebohongan, Kitapun terdiam membeku tanpa mampu berteriak. Hari-hari berjalan dan berubah sebagai semestinya, Tanpa kita sadari betapa birunya langit itu, Mengatasi niat buruk itu, kita menghidupkan masakini Dan jantung kita telah berkarat pun kembali berdetak. Bila kita menemukan irama hidup ini, mampukah kita terbang sekali lagi?. Kita semua tinggal dalam kehidupan ini, Berkelana hingga akhir dunia ini, Mempercayaimu dalam mencari cahaya kebenaran, Memulai perjalananku dengan dirimu, kita tinggal dalam kehidupan ini, Berkelana hingga akhir dunia ini, Menutup jalan untuk kembali, Kita terus berjalan demi keabadian. kita terdiam membeku tanpa untuk berteriak, terus berkelana demi keabadian.
Moshimo negaigoto ga hitotsu kanau nara, Shiawase kure ta kimi ni mouichido ai tai. (Asakura).
Lembaran-lembaran kertas itu sedikit bergetar, seakan kedua telapak tanganya hampir lumpuh dan tak kuat lagi membawa lembaran-lembaran kertas itu. Lagi-lagi Kimmy menggumankan nama Asakura yang kesekian kalinya. Dengan tulisan-tulisan itu apakah benar hal itu yang di alami Asakura? Apakah dia juga merasakan apa yang di rasakannya saat ini? Tak dapat saling melihat dan bertemu seperti apa yang di harapkanya setiap dalam do’anya. Tapi sekarang dia sudah tak terlihat lagi oleh matanya. Dan mereka berdua berpisah. Lantas kemanakah dia pergi? Tanpa memberi tahunya, dan hilang begitu saja sejak sebulan yang lalu.
***
Sudah hampir dua bulan ini Kimmy tak lagi melihat ataupun bertemu dengan Asakura, bahkan dia juga tak dapat kabar tentangnya. Dan musim dinginpun masih terus menjatuhkan butiran-butiran salju tanpa henti. Dia membuka jendela kamar, mengeluarkan sebagaian tubuhnya dari kamar melalui jendela, mendongkakkan kepala ke atas, membiarkan butiran-butiran salju menyentuh wajahnya dengan lembut. Dia membuka mata dan menarik sebagaian tubuhnya ke dalam, di tatapnya sebuah kalender kecil yang berdiri di atas lemari kayu, ada angka yang di lingkari dengan coretan warna merah. Angka 24 jatuh pada bulan agustus ini, seharusnya dia bahagia pada hari ini, hari bersejarah dalam hidupnya yang datang setiap tahun, hari ini dia ber-ulang tahun. Dan tanpa Asakura dia merayakan hari kebahagiaan itu.
            Kimmy terduduk dengan lemas di dekat jendela dan bertopang dagu, pandanganya lurus ke depan, menatap sakura yang sudah tertutup oleh tumpukan salju. Salju masih berjatuhan walau hari masih pagi. Kedua matanya mulai berkaca-kaca dan berair. Kimmy menangis. Dalam kehidupanya dia tak pernah menangisi seorang laki-laki. Apa lagi menangisi seorang laki-laki bernama Asakura. Siapakah sebenarnya Asakura itu? Begitu berartikah dia dalam kehidupan Kimmy? Padahal enam bulan yang lalu dia mengenal sosok Asakura. Ketika mereka berdua sengaja di pertemukan oleh Tuhan di suatu Festival Cosplay di Shibaura yang tak jauh dari Odaiba tempat tinggal mereka berdua. Dia mengusap air mata dengan segera, dia beranjak dari tempat duduk, meraih pakaian hangat dan shall lalu memakainya. Dengan cepat dia keluar kamar tanpa menutup jendela dan pintu kamar. Dan ada sepasang mata laki-laki yang sejak tadi mengawasinya ketika dia bertopang dagu di dekat jendela dan keluar dari rumah.
Kakinya berjalan dengan setengah berlari dan berhenti sejenak ketika dia sudah berdiri tepat di ambang pintu gereja. Di tatapnya gereja yang sedikit ramai dengan orang-orang yang bersembahyang, memanjatkan do’a kepada Tuhan. Kakinya melangkah perlahan memasuki gereja dan berdiri di depan tepat di hadapan patung emas Yesus dengan tubuh yang di salib, dan beberapa lilin kecil menyala di bawah patung tersebut. Kimmy mengangkat kedua telapak tanganya dan mengatubkan menjadi satu, kedua matanya mulai terpejam, bibir kecil tipis itu mulai bergerak-gerak pelan, memanjatkan sebuah doa’a-do’a dengan penuh harap agar sang Tuhan mengabulkan apa yang dia minta.
Tuhan...aku tahu kau maha tahu dan kau tahu apa yang ada dalam hatiku, di hari bahagiaku ini aku ingin seseorang yang sangat berarti dalam kehidupanku ada di sampingku untuk merayakan hari bahagiaku yang pertama kalinya. Aku ingin melihatnya ketika aku sudah membuka mata dan keluar dari gereja. Bagiku kebahagiaan hidupku ada dalam sosoknya. aku tahu Tuhan kalau kau tahu bahwa betapa aku sangat mencintainya. Aku telah mencintai Asakura tanpa meminta ijin kepadanya untuk mencintainya. Terimakasih Tuhan kau telah mendengarkan do’aku.
Kimmy menghentikan gerakan bibirnya, dia menyudahi do’anya dan membuka kedua mata yang masih menatap patung yesus. Tubuhnya berbalik membelakangi patung yesus, dan berjalan pelan menelusuri karpet merah yang tergelar di antara tatanan kursi yang berbaris dengan rapi. Hatinya mulai sedikit gugup ketika dia sudah berjalan mendekati pintu keluar gereja. Dia memejamkan mata sejenak dan masih terus melangkah dengan pelan. Tiba-tiba dia merasakan menubruk seseorang, dengan segera ia membuka mata, dan, mata itu....
“Asakura” Kimmy menggumankan nama Asakura dengan pelan sehingga laki-laki yang di depanya itu bisa mendengarkan.
“Kau tidak apa-apa???” Ucapan laki-laki itu membuyarkan lamunan Kimmy. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata sedikit gugup. “Aku tidak apa-apa” di tatapnya wajah laki-laki itu yang ternyata bukanlah Asakura. Tapi mata itu seperti milik Asakura. Dengan segera dia menepis perasaan aneh itu.
“Kimmy, kau Kimmy bukan???”
Kimmy sedikit terheran dan kaget ketika laki-laki yang di tubruknya itu menyebut namanya, dia mengamati wajah laki-laki yang masih ada di depanya, namun dia tak dapat mengenali walaupun dia mengenali mata laki-laki tersebut.
“Kau siapa? Apa aku pernah mengenalmu sebelumnya?” tanya Kimmy dengan perasaan heran bercampur aneh yang mengelabui hatinya.
Laki-laki itu tersenyum kecil, namun senyumanya mempunyai banyak arti. “Aku Kaze, masih ingatkah kau?” Tanya laki-laki yang bernama Kaze tersebut dengan harap agar Kimmy masih mengingat tentang dirinya.
“Kaze? Bukankah kau..kau kakak Asakura??” tebak Kimmy dengan antusias. Kaze hanya mengangguk dengan pelan dan tersenyum simpul. Mereka berdua berlalu dan berjalan beriringan menuju taman samping gereja.
Mungkin aku telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku karena harus menjatuhkan air mata seorang gadis sepertimu. Kepergianku tanpa kabar dan tanpa memberi tahumu bukanlah aku marah ataupun ingin berpisah agar kau tak dapat melihat dan bertemu denganku lagi. Melainkan aku memenuhi panggilan orang tuaku yang di Tokyo beserta kakak laki-lakiku.
Aku tahu kau dan Kaze sudah saling mengenal sejak kalian masih kecil, dan ketika kau menginjak SMP dan Kaze duduk di bangku SMA, Kaze banyak cerita tentangmu, dan aku tahu dari gaya bicaranya tentang kamu dengan senyuman bahagia, aku dapat menyimpulkan sendiri bahwa Kaze mencintaimu. Dan ternyata dugaanku sangat benar, ketika aku memasuki kamar Kaze, di situ banyak sekali foto-fotomu dengan semua kegiatan yang kau lakukan. Dan pertama kali kita bertemu  di suatu festival, aku begitu senang melihatmu. Dalam hatiku, Kaze sangat beruntung mencintai perempuan sepertimu. Dan semoga kau sudah membaca surat yang aku gulung dan aku selipkan di sela-sela dedaunan dan dahan sebuah pohon yang selalu aku tempati.
Aku pergi ke tokyo ketika aku mendapatkan kabar bahwa Kaze mengalami kecelakaan mobil, karena pecahan kaca mobilnya mengenai kedua matanya sehingga menyebabkan dia buta, dan saat itulah aku berfikir, apabila Kaze buta apakah dia bisa melihat wajah gadis yang dia cintai selama bertahun-tahun? Dan saat itu pula penyakit mematikan yang mengindap dalam tubuhku bertahun-tahun lamanya ketika aku masih berumur empat tahun kambuh kembali. Kata dokter penyakitku memang langkah, dan masih belum ada obat penyembuhnya, dan aku teraphy setiap minggu sebagai pencegahan kambuhnya penyakit tersebut. Saat aku bertemu denganmu, dan mengenalmu lebih dekat, bagiku teraphy tak ada gunanya apabila aku harus jauh darimu dan tak dapat melihatmu karena teraphy memakan banyak waktu dan aku harus pergi ke tokyo setiap minggu. Dan kaulah obat dari penyakitku. Dan itu memang benar, setelah Tuhan mempertemukan kita berdua, aku tak pernah pergi ke tokyo untuk teraphy. Dan orang tuaku yakin bahwa penyakitku sudah hilang, dan dokterpun mengvonis aku sembuh total. Senyum bahagiaku tak pernah hilang ketika aku mendengar kabar itu, dan terlebih ketika melihat dan bertemu denganmu. Tapi setelah aku pergi ke tokyo dan meninggalkanmu, tiba-tiba penyakit itu kembali, bahkan lebih ganas dari sebelumnya. Dan saat itu dokter mengvonis bahwa hidupku tidak lama lagi. Aku tak bisa berkata apa-apa saat mendengar perbincangan dokter dengan kedua orang tuaku. Ketika aku merasa waktunya Tuhan memanggilku, aku ingin agar kedua mataku di donorkan kepada Kaze. Dan maafkan aku kalau aku tak pernah cerita tentang penyakitku padamu, karena aku tak mau kau menjatuhkan air mata untuk orang yang kau sayangi, dan aku juga tak mau melihat orang yang aku sayangi bersedih.
Mungkin laki-laki yang ada di hadapanmu sekarang memang bukanlah aku, tapi ketika kau menatap kedua matanya, di saat itulah aku melihatmu dan kau melihatku. Dan kita tidak bisa bertemu lagi, akan tetapi kita bisa saling melihat. Tataplah mataku dengan perasaan, karena aku juga mencintaimu My Chan.
Omoide mo himitsu mo kokoro ni shimau yo, Itsu no hi ni ka kimi to mata meguri ai tai, Moshimo negaigoto ga hitotsu kanau nara, Shiawase kure ta kimi ni mouichido ai tai. (Asakura)

Sedikit demi sedikit kertas itu basah oleh jatuhan air mata Kimmy setelah dia membaca surat dari Asakura yang di titipkan pada Kaze untuknya. Kepalanya masih tertunduk menatap tulisan tangan Asakura dan lukisan seorang gadis mengenakan earphone, dengan lembara-lembaran kertas, juga sebatang pena. Kedua mata gadis itu terlihat sayu bahkan ada setitik air mata yang membasahi pipinya, walaupun bibir kecil itu tersenyum.
“Apakah Asakura sudah benar-benar meninggalkan aku, Kaze?”
Kaze diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Kimmy, “iya” ucapnya pelan dengan anggukan kepalanya. “Dia sudah meninggal karena penyakitnya kambuh kembali dan semakin parah menyerang kesehatan tubuhnya. Ketika kau membaca surat dari Asakura mungkin kau sudah mengetahui semuanya, dan apa telah terjadi.”
            “Dimana Asakura dimakamkan?”
            “Di tempat tinggal bebuyut kami, di Osaka.”
            “Kenapa tidak di makamkan saja di Odaiba?”
            “Tidak, karena seluruh keluarga Akashi berasal dari Osaka.”
Kimmy hanya diam mendengar jawaban-jawaban Kaze, apakah dia harus pergi ke osaka untuk melihat tempat terakhir Asakura? “Besok, bisakah kau mengantarkanku ke osaka?”
            Tanpa banyak fikir, Kaze segera menganggukkan kepalanya dan bersedia.”Akan ku antarkan besok pagi.”
***
Mobil sport biru itu berhenti di depan pintu masuk pemakaman. Kaze dan Kimmy segera keluar dari mobil dan berjalan menulusuri pemakaman-pemakan yang tersusun rapi bak taman bunga itu, keempat kaki itu berheti di sebuah pemakan keluarga yang ada di atas bukit. Kimmy menatap sebuah pemakaman yang masih basah, dan masih hijau pula rumput-rumput hias yang mengelilingi pusara itu, sebingkai figura kecil dengan foto Asakura di dalamnya juga masih ada di atas pusara, dekat batu nisan yang berbentuk salib. Pada salib itu terukir dengan tulisan indah nama Asakura Akashi beserta tanggal lahir juga tanggal kematian. Tiba-tiba beberapa bunga sakura berjatuhan dari pohonya dan mendarat di atas pusara. Kimmy mengangkat kepalanya ke atas, pohon sakura itu terlihat tua, namun daha-dahan, dan daun-daun, juga bunga-bunganya menaungi lebih dari sepuluh makam yang ada di bawahnya.
            Salju mulai berjatuhan dengan perlahan, angin musim dingin berhembus dengan pelan. Salju berjatuhan semakin lebat, dan angin berhembusan dengan sedikit kencang, sehingga banyak bunga-bunga yang berjatuhan dari pohon. Sepertinya badai salju akan datang. Kaze segera mengajak Kimmy pulang ke odaiba malam ini juga.
***
Kimmy duduk di dekat jendela yang terbuka lebar, menatap langit gulita tanpa bulan ataupun bintang. Salju masih berjatuhan dengan perlahan angin musim dingin juga berhembus dengan pelan, namun begitu menusuk tulang dinginya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat sebelas menit, malam sudah hampir larut, tapi Kimmy belum juga merebahkan tubuhnya dan memejamkan kedua matanya dengan nyenyak. Dia tersenyum menatap lukisan-lukisan Asakura yang tertempel di dinding kamarnya, seakan dia melihat Asakura berdiri di depanya. Kedua matanya mulai berkaca-kaca dan butiran-butiran air mata itu berjatuhan dengan sendirinya. Dia tak tahu apa yang akan di lakukanya hari esok tanpa Asakura, kali ini dia benar-benar merasakan apa itu cinta. Yah...Asakura adalah laki-laki pertama yang di cintainya walaupun dia bukan pacar pertamanya. Dan tanpa ia sadari sepasang mata terus mengawasinya sejak dari tadi sepulang dari osaka.
Dia menundukkan kepalanya, dan membenamkan kepalanya di sela-sela lengan tanganya yang saling bertumpukan di ambang jendela yang masih terbuka. Tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan yang membelai pelan helaian rambutnya yang berantakan karena hembusan angin dari luar sana. Kepalanya terangkat pelan dan menatap sebuah saputangan yang di sodorkan ke arahnya. Di tatapnya sosok laki-laki yang sudah berdiri di hadapanya dengan saputangan di tangan kanan. Kaze mulai menyeka pelan air mata yang masih belum mengering itu. Kimmy menatap wajah Kaze, lalu menatap ke arah kedua matanya. Mata itu...dia seakan melihat sosok Asakura ketika dia menatap mata itu. Dia tersenyum kecil namun mempunyai arti kebahagiaan ketika dia menatap sepasang mata itu dan dia berguman dalam hatinya “Aishiteru Asakura chan”. Dan berharap agar di hari esok dan hari-hari selanjutnya dia melakukan sesuatu yang akan di lakukanya dengan kehidupan baru, kehidupan yang membuatnya sendiri lagi, dan kehidupan tanpa adanya Asakura.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar